cerpen - Sahabatku Ep 2

Minggu, 16 Mei 2010 10.23 by ALDI PRATAMA
Posting cerpen by: maggie_scz
Total cerpen di baca: 69
Total kata dlm cerpen: 933
Tanggal cerpen diinput: Sat, 15 May 2010 Jam cerpen diinput: 10:09 PM
0 Komentar cerpen Besoknya, aku menghampiri kelas Cella, dan apa yang kudapat? Lirikan sinis dari seluruh isi kelas Cella. “Tau nggak sih? Ada orang kemarin tuh nguap gedeee buanget pas aku solo biola”, katanya menyindirku. “Cel ..”, aku tak sanggup berkata – kata. Vanessa menarik lenganku untuk keluar. Vanessa hanya menggelengkan kepala lalu berkata “Konser semalam sangat berarti bagi Cella. Dia tersinggung karena kamu temannya, malah merasa bosan dengan permainannya”, lalu dia meninggalkanku sendirian. Aku berusaha meminta maaf dari Cella. Tetapi selalu dan selalu dia tidak pernah memaafkanku. Vanessa mulai menjauhiku. Kemudian Mika juga menjauhiku. Hanya Lili. Tapi, waktu Lili juga terbagi untuk Vanessa, Mika, dan Cella, dan untuk aku. Aku merasa Lili telah menjauhiku juga. Ketika Lili berusaha mendekatiku, aku malah menjauhinya. Aku menjauhi semuanya. “Aku mau bantu kamu baikan sama Cella”. Begitulah bunyi SMS yang baru saja kuterima. Dari Ellen. Malam itu aku berkirim – kirim SMS dengan Ellen dan menceritakan semuanya, kenapa aku menguap pada waktu konser Cella. Ternyata Ellen bukan orang yang dapat dipercaya. Dia menceritakan seluruh SMS-ku kepada Cella. Aku benci kepada Ellen. Dia tidak dapat dipercaya. Aku-pun menjauhinya. Randi, cowok yang mati – matian mengejar Lili dan sekaligus sahabatku itu terkena imbas dari pertengkaran ini. Dia berusaha melekatkan kembali pecahan persahabatanku , tapi apa daya Randi, dia ku jauhi, Cella juga menjauhi Randi. Cowok jangkung itu hanya mendesah pelan ketika aku memalingkan mukaku darinya. “Aku netral! Aku nggak ngebela kamu atau Cella! Aku cuma mau persahabatan kalian kembali seperti sedia kala! Tapi kalian selalu ngehindarin aku, kayak aku ini mata – mata!”. Randi pun pergi meninggalkanku yang tertunduk di lorong kelas. Lorong kelas ini sudah gelap ketika waktu sudah menunjukkan pukul 4 sore. Hanya terdengar suara isak tangisku dalam keheningan di lorong itu. Aku berdiri didepan salib seraya mengatupkan kedua tanganku dan mulai berdoa dalam isak tangis. Ya, aku memang manusia lemah. Ingat Tuhan ketika ada masalah saja. Aku terus menyebut nama sahabat – sahabatku dalam doa. Berharap masalah ini cepat usai. Hanya Lena yang tersisa sekarang. Lena yang menemaniku berdoa di gereja sore itu. “Lena, makasih ya mau nemenin aku disini”. Lena hanya tersenyum. Senyum kaku yang terkesan dipaksakan. Rupanya aku benar – benar sendiri sekarang. “Dylan! Kamu ngapain kesini?”, tanyaku heran. “Nggak boleh gitu ya? Ya udah aku pulang”, katanya seraya berbalik dan berjalan keluar dari rumahku. “Bukan gitu , dyl. Maksudku, kamu kan nggak pernah kerumahku. Kenapa tiba – tiba kesini. Lagian rumah kamu juga jauh dari sini kan?”. “Kamu itu. Menutup diri terus! Berarti bener kata Randi, kamu menutup diri dari orang luar. Yang kamu peduliin cuma keempat sahabatmu. Padahal ada banyak orang yang peduli dan mau jadi temanmu, kamu malah menunggu orang – orang yang sudah jelas membuangmu”, kata Dylan menyadarkanku. Ya, Dylan benar. Aku memang terlalu menutup diri dari orang luar. Aku membiarkan diriku terus terpuruk dan tidak membayangkan bahwa banyak orang yang peduli terhadapku. “Ayo masuk.” Aku nggak pernah merasa sesenang ini sebelumnya. Aku tidak menyangka ternyata Dylan cowok yang menyenangkan. Aku sudah menghabiskan waktu 3 jam mengobrol dengannya. “Ehm, gimana kalau kamu besok jadi pacarku? Buat pura – pura aja kok”, katanya. “Hah? Udah gila ya, dyl? Buat apa lagi?” “Supaya aku bisa temenin kamu terus tanpa ada orang yang curiga”. Aku pun menyetujui ide gila Dylan itu. “Dylan?! Cowok keren itu? Jadian ama dia? Yang bener aja!” “akh berita dari mana lagi? Dylan kan pangeranku. Masa diambil sama cewek biasa itu sih?” “tuhhh! Liat! Mereka lagi gandengan, ngobrol sedeket itu! Kalau nggak pacaran namanya apa coba?”. “Dyl! Gara gara ide gilamu ini!”, bisikku setengah berteriak kepada Dylan. “tenang aja lah. Yang penting kamu nggak sendiri sekarang. Kan ada ayank Dylan”, katanya sembari mengikatkan tangannya ke leherku. Aku hanya melotot ke arahnya. “Ran, aku..” “Aku tau kok. Kamu memang dilanda masalah besar. Nggak seharusnya aku ikutan ngejauhin kamu. Aku sekarang bakal jadi temenmu selalu. Meskipun aku tau keberadaanku ada di nomer 2, setelah ayank Dylan”, kata Randi menggodaiku. “Apa sih? Ayank Dylan .. Tuh nggak sah tau pacarannya!”, kataku. “Ran, meskipun kamu mengejar Lili, kamu tetap jadi sahabatku?” “Sahabat menomor satukan teman daripada cinta”, katanya sok bijak . Aku hanya memukul lengannya pelan. “Eren. Aku boleh minta tolong nggak?”, semenjak aku dijauhi oleh sepupunya, Lena, aku juga sedikit dijauhi oleh Eren. “Minta tolong apa? Cepet ngomongnya. Aku nggak punya waktu lama”, jawabnya dengan nada angkuh. “Em , aku boleh nggak ikut gabung kelompok biologimu? Kamu kan pinter biologi, sedangkan aku nggak ngerti biologi. Jadi aku juga mau minta diajari dikit aja”, kataku. “Bilang aja pingin dapet nilai bagus tapi males kerja”, katanya dengan pedas dan penuh nada menyindir. “Heyy, sekelompok sama aku aja. Kurang satu orang nih”, tawar Dylan. Untung teman kelasku tidak membenciku semuanya. Hanya Eren yang kurang suka kepadaku. bersambung

0 Response to "cerpen - Sahabatku Ep 2"

Posting Komentar