cerpen - Sahabatku Ep 1

Minggu, 16 Mei 2010 10.20 by ALDI PRATAMA

| Print Cerpen
Posting cerpen by: maggie_scz
Total cerpen di baca: 92
Total kata dlm cerpen: 1143
Tanggal cerpen diinput: Sat, 15 May 2010 Jam cerpen diinput: 10:07 PM
0 Komentar cerpen

Aku mau menceritakan kepadamu sebuah kisah yang rumit dan mungkin tanpa akhir. Tapi aku rasa aku harus secepatnya mengakhiri kisah rumit ini. Kisah rumit ini bermula ketika aku mempunyai sebuah persahabatan yang indah di masa SMP ku bersama keempat sahabatku di bangku kelas 2. Vanessa, Cella, Lili, dan Mika. Keempat sahabat karibku. Vanessa yang berparas cantik, Cella yang baik serta perhatian, Lili yang tomboi tapi tenang dan Mika yang mudah bergaul. Kami selalu bersama. Dalam suka walaupun duka. Cella yang membantuku bicara kepada orangtuaku ketika aku kehilangan IPod-ku. Lili yang membantuku waktu nilaiku jeblok, dia mengajariku. Vanessa yang mengajariku cara menari yang benar ketika ujian menari sudah dekat. Mika yang menyemangatiku ketika aku sakit. Aku sayang kepada keempat sahabatku. Selain mereka, aku juga memilik sahabat yang lain. Seperti Ellen, Lena, Cecile, Frisa, Randi, Eren, dan Dylan. Ellen, teman Cella juga. Ellen baik, cantik, dan ramah. Lena, temanku yang paling lucu dan selalu menjadi pencair suasana. Cecile adalah temen yang baik dan dia sangat pintar. Terkadang dia membantuku apabila aku kesulitan belajar. Frisa, teman Mika juga. Frisa dan aku sering bertukar novel. Randi dan Eren, dua cowok yang terlihat mirip, tapi sebenarnya mereka berbeda. Dylan, cowok yang pandai bermain piano serta berfotografi. Inilah awal mula cerita itu. Aku mulai memasuki awal tahun ajaran baru dan aku menyadari bahwa aku tidak sekelas dengan sahabat – sahabatku. Aku sekelas dengan Eren dan Dylan. Vanessa, Cella, dan Randi satu kelas. Lili, Mika, Ellen, Lena, Cecile, dan Frisa satu kelas. Waktu itu hari Sabtu, hujan turun membasahi setiap jalan yang kutapaki bersama dengan Cella. Aku berlari menuju halte bus yang berada didekat sekolahku untuk berteduh. Tetes demi tetes air hujan jatuh membasahi tanah tempat aku berdiri sekarang. Halte penuh, aku dan Cella harus berhujan – hujanan. Aku dan Cella hanya menatap langit seraya tersenyum. “Aku mau lihat pelangi”, kata Cella. Aku pun mengangguk. Lambat tapi pasti, tetesan air hujan mulai berkurang dan berhenti. Muncullah pelangi di langit. Aku tersenyum memandangnya. Begitu pula dengan Cella. “Pelangi itu indah. Seindah persahabatan kita. Iya kan, Cel?”. Cella mengangguk dan bus yang kami tunggu telah tiba. “GOR Panjapratna !!!”, teriak sang kondektur. Aku dan Cella turun dari bus itu dan memasuki lapangan parkir GOR Panjapratna yang luas tersebut. Aku melambaikan tangan ke arah Mika dan Vanessa. “Kok lama?”, tanya Mika. “Tadi hujan. Busnya telat pula”, jawab Cella. “Masuk yuk. Eh, katanya Weyn, nanti dia dateng kesini lho. Kan sekolah kita tanding lawan sekolahnya”, kata Vanessa. Weyn, mantanku dan mantan Vanessa. Weyn dulu satu sekolah dengan Vanessa ketika masih SD. Waktu kelas 2 SMP, Vanessa mengenalkanku pada Weyn, bukan dengan “Weyn adalah mantanku”, tapi dengan “Weyn adalah sahabatku di SD”. Dan aku terpesona pada pandangan pertama. Weyn semakin dekat denganku dan akhirnya kami jadian, dan hubungan singkat kami kandas ketika memasuki bulan ke 2, Weyn selingkuh. Setelah kami putus, Vanessa baru mengakui bahwa dia adalah mantan Weyn. “Itu Weyn ya?”, tunjuk Mika pada seorang cowok yang sedang melambaikan tangan padaku. Ya, itu Weyn. Mantanku. Tapi, aku sudah tidak punya perasaan lagi padanya. “Hai”, sapanya canggung kepadaku. “Hai juga”, balasku. Kami berdua terdiam, “Maaf ya aku sudah ngehianatin kamu”, katanya lalu pergi meninggalkanku. Memang, sejak putus kami berdua sudah tidak pernah bertemu lagi. Tapi… Hanya itukah yang diucapkannya setelah kami tidak bertemu satu tahun ? Hanya itu ? “Kamu nggak apa – apa kan?”, tanya Cella bingung lalu aku menangis di bahunya. Aku rasa orang – orang disekeliling kami menatapku. Tangisku reda ketika seseorang mendatangiku. 2 orang lebih tepatnya. 2 orang yang membuatku datang kesini. Dylan dan Lili. Dylan menjadi fotografer yang mewakili sekolah untuk meliput acara pertandingan basket terbesar di Indonesia ini. Sedangkan Lili. Jangan ditanya, dia adalah kapten tim putri basket sekolahku sekaligus playmaker dalam pertandingan kali ini. “Dia kenapa?”, tanya Dylan kepada Cella sambil menunjukku. “Habis ketemu Weyn”, jawab Vanessa singkat. “Mana si Weyn?”, tanya Lili. “Udah pergi. Makanya dia nangis”, jawab Mika. “Aku udah baikan. Kita nonton Lili tanding aja! Cyayooo Lili !!!”, teriakku penuh semangat. Pertandingan Final antara sekolahku dan SMPN 1 , dimenangkan oleh sekolahku. Lili menjadi Most Valuable Player dan dia menjadi kandidat tim inti Indonesia All Star. Malam ini, kami berpesta merayakan kemenangan Lili. SMP Scoth , sekolahku, pagi ini. Aku dikagetkan oleh teriakan seseorang, yaitu Cella. “Dioooo! Plis deh ya! Ini tuh sudah aku bikin semaleman suntuk, malah kamu tumpahin makanan. Aduuuhhh! Mana harus dikumpulin hari ini pula. Aaaaaaaaa!!”, omel Cella kepada Dio. “Udah lah, Cel. Bikin lagi. Atau suruh Dio ngerjain aja”, jawabku enteng. “Tapi, ntar hasilnya beda!”. “Suruh bikin ulang kalo hasilnya beda”. Dio menumpahkan makanannya diatas gambar Cella. Gambar gadis berkepang yang sedang memainkan biola dibawah pelangi. Cella memang berbakat dalam hal menggambar. Ku akui, gambarnya hari ini sangat indah. “Nggak bisa gitu. Diooo!”, teriaknya lagi. Lalu aku mengambil gambar itu dan menyeret Cella ke ruang guru dan menghampiri meja Pak Sastro, guru seni rupa. “Ini pak. Gambar Cella. Tadi nggak sengaja Dio numpahin makanan diatasnya. Jangan dikurangi ya pak nilainya. Kalau mau ngurangi, kurangi aja nilai Dio”, kataku. “Cella. Ini gambar kamu? Bapak tidak percaya ternyata memiliki murid sepertimu. Gambarmu ini sangat bagus. Nilai kamu tidak saya kurangi. Saya akan memberi nilai tertinggi untuk gambar ini!”, Pak Sastro memuji gambar Cella dan beliau terkagum dengan hasil goresan kuas Cella. Cella mengucapkan terima kasih pada Pak Sastro dan sekeluarnya dari ruang guru dia memelukku. “Thanks ya” Itulah sekelumit cerita bahagiaku dan teman – temanku. Pertengkaran tanpa akhir itu dimulai disini, saat hari Jumat, hujan turun dengan derasnya di Empire Palace. Cella sedang konser dan kami keempat sahabatnya diminta untuk datang. Aku terus menerus menguap selama acara itu berlangsung. Kalau aku harus jujur, sebenarnya cara Cella bermain biola itu bagus, hanya saja aku kurang suka musik yang mellow. Acara konser itu diisi dengan permainan musik seperti biola , piano, celo, saxofone, dan alat musik orkestra lainnya. Bodohnya diriku, waktu Cella bermain biola solo, aku malam menguap sebesar- besarnya dan baru sadar ketika Lili menyenggolku. Aku melihat mata Cella yang berkaca – kaca.bersambung

0 Response to "cerpen - Sahabatku Ep 1"

Posting Komentar